A. Pengantar
Perlu
disadari bahwa masalah kerusakan lingkungan semakin hari semakin
bertambah dan bahkan semakin gawat. Masalah tersebut harus ditangani
secara serius, karena hal itu berkaitan dengan keberlangsungan kehidupan
umat manusia dengan alam dan dikembangkan suatu etika lingkungan hidup
baru yang berdasarkan tanggung jawab terhadap biosfer dan terhadap
generasi-generasi yang akan datang.
B. Kerusakan Lingkungan Hidup Sebagai Tantangan
Kini
manusia menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam proses kerusakan
lingkungan hidupnya. Hutan-hutan yang ditebangnya mengakibatkan banjir,
tanah longsor, punahnya berbagai jenis flora dan fauna, adanya hujan
asam dan pemanasan global, penggunaan pestisida secara besar-besaran
yang menyebabkan keseimbangan alam terganggu.
C. Pola Pendekatan Merusak Lingkungan
Alam
yang merupakan lingkungan hidup manusia semakin hari semakin rusak
akibat pola pendekatan yang merusak dari manusia itu sendiri.
1. Pola pendekatan dasar manusia modern terhadap alam
Pola
pendekatan dasar manusia modern terhadap alam disebut teknokratis.
Teknokratis berasal dari bahasa Yunani “tekne” yang artinya ketrampilan
dan “krattein” artinya menguasai. Teknokratis artinya manusia sekedar
mau menguasai alam, alam sekedar sebagai sarana untuk memenuhi
kebutuhan manusia, alam sebagai tumpukan kekayaan dan energi yang untuk
dimanfaatkan. Padahal alam bernilai pada dirinya sendiri maka perlu
dipelihara atau dilestarikan.
2. Sikap manusia terhadap lingkungan
Sikap merusak lingkungan terdapat dalam cirri khas pola produksi modern dan kehidupan manusia sehari-hari.
a. Dalam bidang ekonomi modern
Ekonomi
dewasa ini berpola kapitalistik artinya tujuan produksi adalah laba
perusahaan. Hanya laba itulah yang menjamin bahwa sebuah perusahaan
dapat mempertahankan diri dalam alam saingan bebas. Untuk meningkatkan
laba biasanya produsi perlu ditekan serendah mungkin oleh karena itu
ekonomi modern condong untuk mengeksploitasi kekayaan alam dengan
serendah mungkin dengan sekedar mengambil, menggali dan membongkar apa
yang diperlukan tanpa memikirkan akibat bagi alam sendiri dan tanpa
usaha untuk memulihkan keadaan semula.
b. Dalam kehidupan sehari-hari
Masyarakat
di dalam kehidupan sehari-hari tidak lebih baik sikapnya terhadap
lingkungan. Hal itu dapat dilihat seperti menebang hutan seenaknya tanpa
memperhatikan konservasi, membuang sampah dengan sembarangan dan
sebagainya.
3. Dampak merusak lingkungan
a. Terhadap kelestarian biosfer
Ciri
khas kehidupan di bumi adalah keberlangsungan dalam perbagai lapisan
misalnya dilaut, pantai, sungai, danau, daratan dan di udara.
Keseluruhan lapisan-lapisan itu disebut biosfer. Biosfer berasal dari
kata Yunani “bios” yang artinya hidup dan “spera”
Artinya
bola. Ciri khas biosfer ialah terdiri dari ekosistem-ekosistem yang
tidak terhitung banyaknya. Dengan ekosistem dimaksudkan bahwa
organisme-organisme suatu lingkungan (sebuah rawa) merupakan suatu
sistem, artinya saling mempengaruhi dan saling tergantung.
Keseimbangan itulah yang diganggu oleh manusia, misalnya penggunaan pestisida yang berlebihan dalam memberantas hama
sehingga telah mematikan makhluk hidup yang lain seperti burung,
disamping itu menyebabkan pencemaran terhadap air tanah tersebut. Suatu
kerusakan pada biosfer tak pernah terbatas saja pada tempat kerusakan
itu. Kerusakan itu mengganggu keseimbangan ekosistem setempat yang
merupakan unsur ekosistem dunia sehingga memperlemah ekosistem alam
seluruhnya.
Manusia
baru mulai menyadari akibat dari caranya memanfaatkan alam sesudah
semakin banyaknya ekosistem yang rusak sehingga manusia mulai sadar
bahwa ia sendiri adalah bagian dari ekosistem. Oleh karena itu apabila
manusia merusak lingkungannya maka manusia tersebut merusak ekosistemnya
sendiri dimana ia bergantung
b. Terhadap generasi-generasi yang akan datang
Yang
hampir belum masuk ke dalam hitungan apabila perencanaan manusia dewasa
ini adalah dampak ulahnya bagi generasi-generasi yang akan datang.
Setiap kerusakan dan perancunan wilayah yang tidak dapat dipulihkan
kembali berarti menggerogoti dasar-dasar alamiah kehidupan
generasi-generasi yang akan datang.
D. Ciri-Ciri Etika Lingkungan Hidup Yang Baru
Jikalau
manusia tidak mau merusak dasar-dasar ekosistemnya sendiri, ia harus
berubah. Tetapi perubahan itu tidak cukup kalau didasar pada
pertimbangan pragmatis. Perlu dikembangkan suatu sikap dan kesadaran
baru manusia tentang alam sebagai lingkungan hidupnya tentang
hubungannya dengan lingkungan hidup, tentang tanggung jawabnya terhadap
kelestarian lingkungan hidup tersebut.
1. Sikap dasar
Yang
diperlukan adalah suatu perubahan fundamental dalam sikap manusia
modern terhadap lingkungan hidup dan alam. Sikap dasar itu dapat
dirumuskan sebagai berikut : menguasai secara
berpartisipasi, menggunakan sambil memelihara. Manusia harus tetap
menguasai alam dan tetap harus menggunakannya. Yang perlu dirubah adalah
cara penguasaan, cara pemanfaatannya. Menguasai tidak sebagai pihak
diluar dan diatas alam, melainkan sebagai bagian alam, sebagai
partisipasi dalam ekositem bumi. Jadi menguasai sambil menghargai,
mencintai, mendukung dan mengembangkannya.
Memanfaatkan
tetapi tidak sebagaimana kita menghabiskan isi sebuah tambang atau
penduduk pantai akan memanfaatkan bangkai kapal yang kandas dan
ditinggalkan orang, melainkan seperti kita memanfaatkan seekor sapi
perah dengan sekaligus memeliharanya.
2. Dua acuan tanggung jawab
Inti etika lingkungan hidup yang baru adalah sikap tanggung jawab terhadap lingkungan dan alam.
Tanggung jawab itu mempunyai dua acuan :
a. Keutuhan biosfer
Yang
terutam dalam campuran tangan kita terhadap alam adalah keutuhan
biosfer. Campur tangan kita terhadap alam harus berjalan terus asalkan
disertai dengan tanggung jawab terhadap kelestarian semua proses
kehidupan yang sedang berlangsung. Kita harus selalu menjadi peka
terhadap keseimbangan suatu system.
b. Generasi-generasi yang akan datang
Sudah
waktunya kita menyadari tanggung jawab kita terhadap generasi yang akan
datang. Setiap orang tua yang baik berusaha menjaga rumah, perabot dan
tanah yang dimiliknya sebagai warisan bagi anak cucunya. Sikap ini harus
menjadi sikap umum manusia terhadap generasi yang akan datang. Kita
dibebani kewajiban berat untuk mewariskan ekosistem bumi ini dalam
keadaan baik dan utuh kepada anak cucu kita, umat manusia untuk waktu
yang tidak dapat kita perhitungkan. Maka kita berkewajiban untuk
meninggalkannya dalam keadaan baik.
Sikap tanggung jawab itu dapat dirumuskan dalam prinsip tanggung jawab lingkungan sebagai berikut, dalam
segala usaha bertindaklah sedemikian rupa sehingga akibat-akibat
tindakan tidak dapat merusak, bahkan tidak dapat membahayakan atau
mengurangi kemungkinan-kemungkinan kehidupan manusia dalam lingkungannya
baik mereka yang hidup pada masa sekarang maupun generasi yang akan
datang.
3. Unusr-unsur etika lingkungan baru
Tuntutan suatu etika lingkungan hidup yang baru dapat dirangkum sebagai berikut :
a. Belajar untuk menghormati alam
Alam
dilihat tidak semata-mata sebagai suatu yang berguna bagi manusia
melainkan ia mempunyai nilai sendiri. Kalau terpaksa kita mencampuri
proses-proses alam maka hanya seperlunya dan dengan tetap memelihara
keutuhanya.
b. Kita harus membatinkan suatu perasaan tanggung jawab khusus terhadap lingkungan lokal kita sendiri.
Agar
lingkungan tetap bersih, sehat, alamiah, maka kita jangan membuang
sampah seenaknya, tidak meninggalkan berbagai macam kotoran dan
meninggalkan setiap tempat dalam keadaan bersih.
c. Merasa tanggung jawab terhadap kelestarian biosfer
Perlu
kita kembangkan kesadaran mendalam dan permanen bahwa kita sendiri
termasuk biosfer merupakan bagian dari ekosistem yaitu suatu yang harus
keseimbangan tidak boleh kita ganggu dengan campur tangan dan
perencanaan kasar.
d. Larangan keras untuk merusak, mengotori dan meracuni alam
Terhadap
alam atau bagaiannya kita tidak mau mengambil sikap yang merusak,
mematikan, menghabiskan, menyianyiakan, melumpuhkan, ataupun membuang.
Bukan hanya dihutan, gunung dan taman melainkan juga dirumah, disekitar
rumah, di jalan, ditempat kerja dan di tempat rekreasi kita tidak
membuang kertas, plastik, maupun puntung rokok. Semboyan etika
lingkungan hidup yang baru ialah “membangun tetapi tidak dengan
merusak”.
e. Solidaritas dengan generasi yang akan datang
Solidaritas
dengan generasi yang akan datang harus menjadi acuan tetap dalam
komunikasi kita dengan lingkungan hidup. Seperti kakek dan nenek tidak
mungkin mengambil tindakan terhadap milik yang mereka kuasai tidak
mungkin mengambil tindakan terhadap milik yang mereka kuasai tanpa
memperhatikan anak dan cucunya. Begitu pula tanggung jawab kita untuk
meninggalkan ekosistem bumi secara utuh dan baik kepada
generasi-generasi yang akan datang menjadi kesadaran yang tetap pada
manusia modern.
E. Etika Lingkungan Hidup dan Nilai-Nilai Tradisional
Meskipun
sering dikatakan bahwa masyarakat merusak lingkungan akan tetapi
kesuburan sawah-sawah dan kelestarian hutan-hutan di Nusantara ini
selama ribuan tahun pengolahannya membuktikan bahwa nenek moyang kita
menguasai seni menggunakan sambil memelihara. Misalnya, masyarakat dayak
diketahui bahwa mereka akrab dengan hutan. Mereka juga membakar hutan
untuk membuka ladang baru tapi hal itu tidak mengakibatkan kebakaran
yang tidak terkontrol, karena secara tradisional mereka menggunakan
cara-cara (memperhitungkan arah angin memilih lokasi areal untuk
dibakar) untuk mencegah terjadinya musibah semacam itu.
Suku-suku Dayak memelihara hutan-hutan Kalimantan
dengan memakai pola pertanian yang tidak merusak alam. Seni itu
didukung oleh sikap hormat terhadap keutuhan alam seperti terungkap
dalam semboyan Jawa “Mamayu Hayuning Bawono” yaitu menjaga dan
melestarikan alam (bumi). Demi pengembangan kesadaran lingkungan manusia
Indonesia modern, kiranya sangat perlu untuk memanfaatkan kesinambungan dengan nilai-nilai yang sudah dihayati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar